Wednesday, January 12, 2011

Rachel Menayakan Tentang HIV/Aids Kepada kami Berdua

Makan malam semalam, tiba-tiba Rachel menanyakan tentang HIV/Aids dan penularannya kepada kami berdua.

"Dari mana kau tahu soal HIV/Aids itu, nang?" tanya bapaknya sambil melihat kearah Rachel.

"Aku baca dikoran pak. Aku baca Pangeran Harry menolong anak-anak penderita HIV di yayasannya. Trus aku lihat Pangeran Harry memeluk anak penderita HIV itu." kata Rachel berterus terang.

"Oooh." kata bapaknya mengangguk

Kami bertiga diam sejenak.

"HIV/Aids ditularkan lewat hubungan sexual tanpa memakai kondom oleh pacar atau suami yang suka jajan diluar sehingga menularkannya kepada pacar, istri dan anak-anaknya. Cara lain melalui pemakaian jarum suntik berganti-ganti oleh pecandu Narkoba. Ada beberapa kasus penderita HIV/Aids ditulari melalui transfusi darah yang diterimanya karena donor darah yang akan menyumbang darahnya, tidak diperiksa kesehatannya terlebih dahulu."

Rachel mendengarkan dengan seksama sambil menyantap makan malamnya.

"Awal ditemukan penyakit HIV/Aids ini diderita oleh pasangan homosexual atau gay. Tetapi sekarang, siapa saja bisa tertular HIV/Aids, tanpa terkecuali." tambah Alexander lagi.

"Hubungan sexual itu apa, pak?" tanya Rachel lebil lanjut.

Dari dulu, kami berdua sudah sepakat akan membahas apa saja secara terbuka kepada Rachel, yang dilemparkannya di atas meja makan bersama kami bertiga seperti makan malam ini.

"Hubungan sexual itu adalah hubungan sex antara pasangan suami istri seperti bapak dan mamak, hubungan sex dengan pasangan pacar, hubungan sex pasangan sejenis yang disebut pasangan homo dan lesbian dan hubungan sex yang bukan dengan pasangan tetapi berdasarkan bayaran. Banyak sekali hubungan sex diluaran sana, yang dilakukan tanpa memakai Kondom." jelas Alexander lebih lanjut.

"Kegunaan kondom itu, selain menghindari tertularnya penyakit-penyakit sexual yang berbahaya seperti HIV/Aids tadi, juga menghindari perempuan-perempuan muda hamil diluar nikah, yang terpengaruh oleh rayuan gombal pasangannya, sehingga hamil, laki-lakinya kabur, bayi lahir dan dibuang karena perempuannya takut, bukan saja oleh amarah keluarga tetapi takut akan dicemoohkan dilingkungan sosialnya. Mengerikan sekali, nakku." kataku menambahkan sambil menyandarkan punggungku kekursi.

Kami makan dengan suasana hening, terdiam. Hanya bunyi sendok dan piring saja yang menguasai makan malam kami.

"Kita beruntung hidup di negara yang terbuka dengan persoalan HIV/Aids ini, nang. Bukan saja HIV/Aids dibicarakan secara terbuka dan terus menerus dimasyarakat kita, juga para penderita HIV/Aids ditangani dan diobati secara serius, tanpa diskriminasi, sama dengan penderita-penderita sakit pada umumnya. Bapak senang pelajaran tentang sex dan HIV/Aids masuk kedalam mata pelajaran pokok diseluruh Britania Raya ini agar anak-anak seusiamu sudah mendapat informasi yang jelas dan lengkap. Indonesia belum mencapai ke taraf ini."

"Mengapa, mak, Indonesia belum?" tanya Rachel kearahku dengan telak. Aku terdiam sejenak, berpikir, mengambil fakta-fakta yang selama ini kulihat dan dengar dari teman-teman yang bekerja di yayasan Aids Indonesia.

"Karena kebanyakan pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak mau terbuka membahas HIV/Aids di Indonesia. Karena kebanyakan beranggapan Indonesia tidak memiliki penderita HIV/Aids. Karena malu dan tabu. Walaupun menurut Badan Kesehatan Dunia penularan HIV/Aids di Indonesia seperti gunung fulkanik yang siap meletus jumlah penderitanya." kataku sedikit emosi.

Sekarang Alexander dan Rachel yang melihat kearahku. Aku menambahkan nasi kepiringku. Makan Malam dilanjutkan lagi.

"Nang, kau anak perempuan bapak dan mamak satu-satunya. Saat kau besar nanti, kau bisa melihat semua masalah dengan pengetahuanmu, pikiran dan hati nuranimu. Terutama saat kau punya pacar nanti. Kebanyakan laki-laki adalah gombal. Laki-laki ini akan mengeluarkan rayuan gombalnya saat dia ingin mengajak pacarnya tidur. Jangan heran nantinya bapak dan mamak akan terlibat memberi nasihat kepada pacar pilihanmu." kata Alexander serius melihat kemata Rachel.

Kami berdua melihat anak kami Rachel yang berusia 10 tahun dan polos ini. Melihat dunia besar didepannya. Bunyi sendok, piring dan kunyahan makanan didalam mulut kami beradu.

"Ya, paak."

Hove, makan Malam, 11 Januari 2011.

Grace Siregar

0 Comments:

Post a Comment

<< Home